
Jakarta (22/06) — Anggota DPR RI Fraksi PKS, Surahman Hidayat menilai, DPR RI perlu menarik kembali draft Rancangan Undang-Undang tentang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP) untuk dibahas ulang, sebab menimbulkan penolakan masyarakat.
Pasal 70 ayat 1 UU No.12 tahun 2011 dan pasal 4 dan 8 peraturan DPR No.3 tahun 2012 memungkinkan hal tersebut.
“Banyaknya penolakan masyarakat menandakan draft RUU HIP masih banyak kekurangan dan kelemahan,” kata Surahman.
Menurut Surahman Hidayat, tidak dimasukannya TAP MPRS No.XXV/MPRS/1966 tentang larangan ajaran komunisme/marxisme dan berusaha memeras Pancasila menjadi trisila dan ekasila dalam draft RUU HIP menjadi masalah fatal dan menjadi penyebab reaksi keras dari masyarakat.
“Ada masyarakat yang mengaitkannya dengan kebangkitan komunisme dan membangkitkan orde lama,” ujar Surahman.
Surahman menyampaikan bahwa Pancasila menurut Soekarno merupakan antitesa dari komunisme dan liberalisme, sebagaimana pidato Soekarno to bulid the world a new yang disampaikan pada sidang umum PBB ke XV.
“Apalagi bangsa ini juga mempunyai pengalaman kelam atas peristiwa kekejaman komunisme yang dilakukan berulang tidak hanya sekali saat pemberontakan G30S/PKI saja, banyak peristiwa kekejaman lainnya yang telah dilakukan PKI dalam sejarah Indonesia” tegas Surahman.
Surahman Hidayat mengatakan wajar munculnya reaksi keras dan meluas dari masyarakat atas RUU HIP yang tidak memuat TAP MPRS XXV/MPRS/1966 tentang Ajaran Larangan Ajaran Komunisme/Marxisme sebagai konsideran. Ini hal yang ceroboh dan cenderung memiliki motif dibelakangnya.
Menurut Anggota komisi II ini, memeras pancasila menjadi trisila dan ekasila membuka perdebatan lama, yang bisa menjerumuskan bangsa ini kedalam konflik berkepanjangan. Pancasila sudah melalui perumusan panjang, dengan berbagai dinamikanya, sehingga tidak perlu kembali membuka perdebatan lama.
“Bangsa ini seharusnya lebih menatap ke depan, move on. Jangan memutar perdebatan lama yang tidak produktif dan mengorek-orek luka lama yang nyaris sembuh,” tegas Surahman.
Menurut Surahman Hidayat, Pancasila dengan 5 butir sila yang kita kenal saat ini merupakan hasil kebesaran hati para pendiri bangsa dengan pertimbangan persatuan dan kesatuan bangsa. Sehingga, DPR RI patut meneladani kebesaran jiwa para wakil rakyat pendahulu kita, berkonsensus dengan posisi dan rumusan Pancasila versi Pembukaan UUD tahun 1945, yang diketuk palu oleh bung Karno selaku ketua Panitia sembilan tanggal 18 Agustus 1945. Dikuatkan dengan Dekrit Presiden Soekarno 5 juli 1959.
“Permasalahan saat ini bukan lah merumuskan kembali butir pancasila, tapi bagaimana mengamalkan sila-sila dalam Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dalam berbagai aspek,” tegas Surahman.
Menurut Surahman Hidayat, RUU HIP seharusnya fokus pada bagaimana mewujudkan kehidupan bangsa ini sesuai dengan nilai-nilai Pancasila.
“RUU HIP seharusnya fokus mengatur peran dan kewajiban Negara dalam mewujudkan masyarakat yang beragama dan memiliki nilai kemanusiaan untuk terciptanya peradaban Indonesia yg baik dan patut dicontoh oleh bangsa lain,” ujar Surahman.
Lebih lanjut Surahman menyampaikan, RUU HIP seharusnya memuat panduan bernegara sehingga sistem politik kita mencerminkan nilai persatuan dan kesatuan serta musyawarah mufakat, atau RUU HIP memuat panduan sehingga bangsa ini memiliki sistem ekonomi berkeadilan, mendahulukan kepentingan bangsa dan Negara dibanding kepentingan kapital. Sehingga pemerintah senantiasa adil kepada rakyatnya, dan tidak pernah menggunakan kekerasan kepada rakyatnya.
“DPR RI sebaiknya menarik kembali RUU HIP dan membatalkan Draft RUU HIP melalui rapat Paripurna sebagai RUU Inisiatif DPR. Kebesaran jiwa sebagai wakil rakyat mendapat momentum yang tepat, dengan menarik kembali Draft RUU HIP yang ditolak secara luas oleh pelbagai daerah NKRI,” pungkas Surahman.
Sumber: Fraksi PKS DPR RI