
Jakarta (19/08) — Anggota DPR RI Komisi VIII dari Fraksi PKS, Hidayat Nur Wahid (HNW) meminta Kementerian Agama untuk tidak memberikan kado buruk bagi umat Islam saat memperingati HUT Kemerdekaan RI dan menyambut tahun baru Islam.
Menurut HNW, kado terburuk tersebut bisa berupa perlakuan tidak adil dan diskriminatif dengan rencana menerapkan sertifikasi penceramah hanya untuk Umat Islam.
“Umat Islam yang sangat berjasa dalam menyelamatkan keutuhan RI dengan memberikan pengorbanan dan hadiah dengan bersedia memenuhi tuntutan merubah sila 1 Pancasila menjadi Ketuhanan Yang Maha Esa.
Sehingga selamatlah keutuhan RI yanh baru saja diproklasikan pada 17 Agustus 1945,” ungkap Hidayat.
“Apalagi sikap Menag yang akan melakukan sertifikasi secara diskriminatif dengan hanya akan sertifikasi bagi penceramah Agama Islam, telah ditolak dan dikritisi juga oleh tokoh Non Muslim, seperti Christ Wamena,” imbuh Wakil Ketua MPR RI.
Menurut HNW, jika pun sertifikasi diadakan, penerapannya harusnya ditujukan untuk penceramah dari semua Agama, agar tegaklah keadilan, tidak saling mencurigai, dan agar prinsip beragama yang moderat, toleran, inklusif itu betul2 menjadi komitmen bagi semua penceramah dari semua Agama.
“Menteri Agama jangan diskriminatif terhadap umat Islam dan harus berlaku adil sesuai sila ke-2 dan ke-5 Pancasila. Bila program sertifikasi itu akan dilaksanakan juga, haruslah profesional, amanah, adil, tidak diskriminatif, apalagi dengan politisasi juga. Karena program Pemerintah harusnya untuk semua warga negara secara adil, untuk penceramah semua agama secara adil dan amanah. Apalagi pak Menteri Agama pernah menyatakan bahwa dirinya bukan Menteri Agama Islam, melainkan Menteri Agama-agama”. Demikian disampaikan HNW dalam keterangan tertulis di Jakarta (19/08).
HNW yang juga anggota Komisi VIII DPR RI yang bermitra dengan Kemenag, menyampaikan bahwa sekalipun mendukung Islam wasathiyah (moderat) dan tasamuh (toleran), dan menolak radikalisme tetapi wacana sertifikasi dai yang diskriminatif & tidak profesional yang sudah bergulir sejak 2015 adalah wacana yang berlebihan, malah bisa menjadi tidak moderat dan tidak toleran juga.
“Lebih baik hadirkan keteladanan soal toleransi dan moderasi antara lain dengan kebijakan-kebijakan, juga dengan membuka ruang dialog, jika tujuannya memang ingin cegah radikalisme dan hadirkan ceramah/ penceramah Agama yang moderat, toleran dan tidak radikal,” terang Hidayat.
Dan kalaupun program tersebut hendak diterapkan, lanjutnya, maka harusnya diberlakukan kepada juru dakwah dari semua agama, dan seleksinya dilakukan secara transparan, menggunakan ukuran-ukuran yang dibenarkan oleh ajaran masing-masing Agama, serta ketentuan hukum yang berlaku di NKRI.
HNW mengaku heran, dengan ‘ngototnya’ Kemenag, sebab program sertifikasi penceramah sejatinya tidak ada dalam Janji Kampanye Presiden Jokowi. Juga tidak menjadi Kegiatan Prioritas Rencana Kerja Pemerintah/ Kemenag 2020 sebagaimana yang sudah disampaikan ke DPR baik pada akhir 2019 maupun pada April 2020 setelah refocussing kegiatan akibat Covid-19.
“Saya justru khawatir, program yang diskriminatif ini bisa menimbulkan kecurigaan kepada Pemerintah, saling curiga dikalangan penyebar Agama-agama, juga meresahkan kalangan Da’i Islam, apalagi bila program itu bisa ditunggangi/digunakan untuk menyulitkan dai dan umat Islam, padahal mereka dahulu justru sangat berjasa untuk perjuangkan kemerdekaan RI sekalipun dituduh sebagai kelompok radikal oleh penjajah Belanda,” urai HNW.
Umat Islam, imbuhnya, bahkan sangat toleran, memenuhi tuntutan kalangan minoritas, dengan persetujuan mengubah sila ke-1 menjadi Ketuhanan Yang Maha Esa.
“Kini, masih dalam momentum peringati HUT Kemerdekaan RI ke-75, dan menyambut tahun baru Islam 1442 H, sangat disayangkan, apalagi di tengah belum mampunya Pemerintah laksanakan kewajiban terkait covid-19, Menag tidak memberikan kebijakan yang menenteramkan sebagai salah satu therapi atasi covid-19, Menteri Agama malah akan membalas hadiah dan pengorbanan Umat Islam dulu itu, dengan akan memberikan ‘hadiah’ yang justru meresahkan, karena program sertifikasi yang sudah diumumkan itu diskriminatif dan tidak adil, sekalipun dengan dalih untuk cegah radikalisme, intoleransi dan lainnya, tetapi hanya diwacanakan pemberlakuannya bagi penyebar-penyebar/da’i Muslim, apalagi bila itu juga dilakukan dengan cara-cara yang intoleran dan diskriminatif”. tegasnya.
Komentar HNW itu disampaikan, karena Menteri Agama pada Kamis (13/08/2020) menyatakan/menggulirkan kembali wacana program sertifikasi dai dengan alasan sudah dibahas bersama dengan Wakil Presiden.
“Wacana ini sudah muncul sejak Kementerian Agama periode sebelumnya dan ditolak oleh berbagai kalangan Umat Islam karena diskriminatif, tidak adil dan tendensius. Dan yang sekarang pun juga ditolak, bahkan oleh sebagian kalangan Non Muslim,” tutup Wakil Ketua Majelis Syuro PKS ini.
Sumber: Fraksi PKS DPR RI