Pemerintah Kucurkan 20 T Untuk Jiwasraya, Anis: Pengalihan Tanggungjawab pada Rakyat Indonesia

Jakarta (16/11) — Anggota Komisi XI DPR RI dari Fraksi PKS, Anis Byarwati, menyampaikan beberapa catatan terkait pemberian PMN kepada beberapa BUMN, dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Direktur Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) dan Direksi Penerima Penyertaan Modal Negara (DPMN), Senin (16/11/2020).

Rapat tersebut, membahas tentang Penyertaan Modal Negara (PMN) tahun 2020 dan 2021 kepada BUMN.

“Kenaikannya sebesar 98% dari yang telah disepakati bersama DPR. Sehingga secara total pemerintah menyediakan dana yang sangat besar untuk BUMN yaitu sebesar Rp 151,1 Triliun atau sekitar 20% lebih dari dana PEN. Dengan beragam skenario. Sebanyak Rp 115,95 Triliun pencairan utang pemerintah, Rp 11,5 Triliun dana talangan, dan PMN sebanyak Rp 23,65 Triliun. Bagaimana penjelasan untuk poin ini ?” tanya Anis.

Catatan pertama yang disampaikan Anis, terkait kenaikan PMN dalam pos investasi di Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) tahun 2021 sebesar Rp 37,4 Triliun kepada 8 BUMN. Dan pada APBN 2021 menjadi Rp 42,38 Triliun atau naik 13% dari acuan awal.

Diantara BUMN yang mendapatkan kenaikan kucuran PMN ini adalah PT Hutama Karya, yang mendapatkan PMN dari sebesar Rp 3 Triliun dalam RAPBN 2021 menjadi Rp 11 Triliun dalam APBN 2021 yang diberikan dalam dua tahap.

“Sebenarnya masih bisa dianggarkan untuk tahun depan. PMN untuk PT Hutama Karya ini tidak harus diberikan pada saat situasi Indonesia sangat membutuhkan pemulihan ekonomi. Apalagi pembangunan jalan tol ini bukan termasuk dalam kategori padat karya yang menyerap banyak tenaga kerja, karena pelaksanaannya lebih banyak menggunakan mesin dengan alat berat dibandingkan dengan tenaga manusia,” jelas Anis.

Menurut Anis yang juga Doktor Ekonomi Islam lulusan Universitas Airlangga, secara prioritas dan logika akal sehat dana ini akan digunakan untuk pembangunan tol yang di saat pandemi ini sebaiknya dipertimbangkan agar ditunda. “Realitanya selama ini tidak tepat sasaran,” ungkap Anis.

Anis juga memberikan catatan agar kenaikan PMN harus diberikan tepat sasaran, yaitu kepada BUMN yang tidak berpotensi memiliki risiko fiskal yang kelak akan menjadi beban keuangan negara.

Hal ini dilihat berdasarkan data setoran pendapatan yang terus menurun. Indikatornya dapat terpantau dari rendahnya setoran hasil kekayaan negara dipisahkan (KND) yang masuk ke pos Penerimaan Negara bukan Pajak (PNBP).

Pada tahun 2020 BUMN hanya mampu menyetor Rp 65 triliun sedangkan tahun 2019 penerimaan PNBP dari KND mencapai Rp 80,72 triliun yang berarti mengalami penyusutan 19,6%. Begitupun untuk tahun 2021, Pemerintah kembali memangkas prediksi PNBP dari KND menjadi Rp 26,13 triliun. Dan dividen yang diberikan BUMN menjadi tidak sebanding dengan biaya yang dikeluarkan Negara.

“Dalam kasus Jiwasraya, kita tahu adanya indikasi kuat korupsi, organized crime dan fraud. Sehingga ‘perampokan’ Jiwasraya harus diproses secara hukum dan pihak-pihak yang terlibat harus bertanggung jawab menyelesaikan kewajibannya kepada nasabah. Kasusnya harus dibuka,” tegas Anis.

Secara khusus, Anis menyinggung tentang kasus Jiwasraya. Menurut Anis, kebijakan Pemerintah atas kasus Jiwasraya Gate malah memberi preseden buruk terkait penyelesaian yang dilakukan melalui PMN dengan nilai yang cukup fantastis.

“Pemberian dana sebesar Rp 20 triliun yang diambil dari APBN ini, jelas merupakan pengalihan tanggung jawab pihak yang terlibat kepada rakyat Indonesia,” pungkas Anis dengan tegas.

Anis menilai bukan negara yang harus menanggung pembayaran dana nasabah, akan tetapi pihak-pihak yang terlibatlah yang harus bertanggung jawab untuk menyelesaikannya.



Sumber: Fraksi PKS DPR RI
Lebih baru Lebih lama

ads

ads

نموذج الاتصال