
Tasikmalaya (16/12) — Dalam surat kabar The Times of Israel, Minggu (13/12), seorang sumber diplomat di negara Israel menyatakan mereka kini tengah menjajaki peluang normalisasi hubungan dengan Republik Indonesia (RI) dan Oman.
Menanggapi hal di atas, Politisi PKS, Toriq Hidayat mengingatkan Pemerintah untuk tidak membuka kerja sama dengan Israel.
Toriq menyebut Israel sebagai penjajah Palestina, cita-cita pendiri bangsa yang tertuang dalam pembukaan UUD 1945 menyatakan bahwa Indonesia wajib melawan segala bentuk penjajahan.
“Jelas dan tegas, pembukaan UUD 1945 menyatakan kemerdekaan adalah hak segala bangsa, termasuk Palestina. Palestina adalah negara pertama mendukung kemerdekaan Indonesia. Sudah sepatutnya Indonesia konsisten terus mendukung kemerdekaannya,” tegasnya.
Ia menjelaskan, kebijakan RI tidak memiliki hubungan diplomatik dengan Israel ditunjukkan dengan tidak ada kantor perwakilan atau kedutaan Indonesia di Israel dan sebaliknya.
“Kebijakan ini telah dipertahankan tujuh Presiden Indonesia selama lebih dari tujuh puluh tahun. Bahkan dalam rentang waktu 10 tahun terakhir Indonesia terus berkontribusi dalam upaya mewujudkan Palestina merdeka dan juga menyalurkan bantuan teknis sebanyak 10 juta dollar kepada Palestina,” ungkap Toriq.
Itu sebabnya Anggota Komisi I DPR RI ini menilai bahwa tidak ada alasan bagi Indonesia merubah kebijakannya terkait normalisasi dengan Israel.
Kemudian Toriq mengungkapkan bahwa sebagaimana semua negara dunia, pandemi Covid-19 membuat perekonomian Israel merosot tajam. Amerika sebagai sekutu setianya meyakini normalisasi merupakan solusi perbaikan ekonomi Israel.
“Kondisi penurunan ekonomi meyebabkan Israel berusaha melakukan normalisasi hubungan dengan negara-negara yang tidak membuka hubungan diplomatik dengannya, termasuk Indonesia”, ungkapnya.
Salah satu keuntungan normalisasi bagi Israel yakni maskapai penerbangan komersial Israel di perbolehkan melintas di atas negara-negara tersebut. Di Indonesia, karena tidak boleh melintas wilayah RI maka orang nomor satu Israel harus menempuh belasan jam dengan pesawat, menuju Australia dari Singapura.
“Beberapa waktu lalu, Benyamin Netanyahu terpaksa memutar ke Filipina, kemudian ke Papua Nugini baru kemudian mendarat di Australia. Ketiadaan hubungan diplomatik membuat pesawat milik Israel tidak boleh melintasi wilayah udara RI”, ungkap Toriq.
Sumber: Fraksi PKS DPR RI