
Jakarta (13/01) — Anggota DPR RI dari Fraksi PKS, Surahman Hidayat mengingatkan, agar revisi UU Pemilu yang saat ini memasuki tahap harmonisasi di baleg, harus dilakukan secara hati-hati dan bercermin dari kondisi politik pemilu sebelumnya.
Anggota Komisi II DPR RI ini menyoroti terkait Presidential Threshold, harus dirumuskan besaran angka yang tidak menghambat anak bangsa untuk menjadi kandidat calon presiden dan menghindari terjadinya perpecahan dimasyarakat.
Baca juga : Menurunnya Kualitas Penyelenggaraan Pemilu, Jadi Perhatian Surahman Hidayat
“Pilpres 2019 menjadi pengalaman pahit demokrasi Indonesia. Bagaimana pilpres menjadi ajang perselisihan, benturan secara fisik, yang masih membekas sampai sekarang. Saya melihat masih ada sebagian masyarakat yang membawa ingatan pilpres sampai saat ini,” ungkapnya.
Oleh karena itu, Surahman menambahkan, besaran angka presidential threshold perlu diturunkan diangka moderat, dimana memungkinkan munculnya 4-5 pasangan calon presiden dan wakil presiden.
“Situasi ini akan memungkinkan terjadi putaran kedua karena kemungkinan tidak ada pasangan calon yg memperoleh suara lebih dari 50% dari tersebar merata diberbagai provinsi. Tapi situasi ini lebih baik dibandingkan terjadinya kembali perselisihan politik yang tajam ditengah-tengah masyarakat,” papar Surahman.
Baca juga : Terkait Pemberian Akses Data oleh Kemendagri, Sukamta: Aspek Pelindungan Datanya Rawan Tak Terpenuhi
Anggota Fraksi PKS DPR RI ini menilai angka 10% suara atau 15% kursi merupakan rumusan angka yang moderat. Besaran angka 10% suara atau 15% kursi, memungkinkan semua partai politik yang ada di parlemen memiliki calon sendiri. Koalisi 2 partai parlemen sudah bisa memenuhi ketentuan 10% suara atau 15% kursi.
“Ditengah pandemi covid 19 yang masih membayangi bangsa Indonesia, partai-partai dituntut lebih memikirkan kepentingan bangsa dibandingkan kepentingan politik partainya,” pungkas Surahman mengakhiri.
Sumber: Fraksi PKS DPR RI