
Bandung (23/05) — Anggota Komisi X Fraksi PKS DPR RI, Ledia Hanifa Amaliah, melakukan Media Gathering dalam salah satu agenda Kundapilnya bersama para wartawan Kota Bandung untuk menjawab isu-isu dan regulasi baru seputar Komisi X yang saat ini sedang banyak menjadi perhatian masyarakat, pada Jumat (21/05) lalu.
Dalam kesempatan tersebut, Ledia memaparkan berbagai isu Komisi X termasuk salah satu utama bidang pendidikan yang paling mengemuka yakni rencana Kemenristekdikbud yang akan membuka pembelajaran tatap muka pada Juli 2021.
Ledia menjelaskan bahwa rencana ini tentunya harus disesuaikan pada kondisi daerah masing-masing.
“Rencana pembukaan sekolah secara tatap muka pada Juli 2021 nantinya akan sangat tergantung pada kondisi daerah-daerah yang ada. Apakah daerah tersebut terkategori zona merah atau bukan. Karena ada resiko-resiko yang harus disiapkan dan akan menjadi tanggungjawab Pemerintah Daerah.” jelasnya
Setelah isu pendidikan, Sekretaris Fraksi PKS DPR RI itu juga mengangkat isu pariwisata dan ekonomi kreatif yang dinilai menjadi sektor yang paling terpukul pada saat pandemi.
“Sejak awal tahun 2020 hingga sekarang, pariwisata merupakan sektor yang paling terpuruk dikarenakan pandemi. Penurunannya tercatat hingga 87%. Menyikapi hal tersebut tentunya pemerintah harus melakukan terobosan besar-besaran namun harus juga mematuhi prokes yang berlaku” ujar Ledia.
Dalam meningkatkan industri ekonomi kreatif yang juga mengalami banyak kendala, Ia juga menyarankan Kemenparekraf untuk dapat melakukan sosialisasi dan pendampingan guna penguatan platform digital bagi UMKM.
Setelah itu Ledia berlanjut menggarisbawahi isu kepemudaan. Dia menyampaikan responnya dalam rapat-rapat dengan Kemenpora terkait alokasi dana APBN yang mengalami refokusing anggaran.
“Kami sempat mengkrtitisi anggaran realokasi Kemenpora senilai 322 M yang masuk sepenuhnya ke Kemenkeu. Menurut pendapat kami, sebagian anggaran refokusing itu semestinya bisa dialokasikan juga kepada pemuda-pemuda yang terdampak pandemi, khususnya mereka yang merupakan tulang punggung keluarga atau pegiat UMKM yang sayangnya tidak terdata dalam DTKS.” pungkasnya.
Bila mengacu pada DTKS (Data Terpadu Kesejahteraan Sosial) umumnya para pemuda ini memang tidak masuk dalam kualifikasi sebagai penerima bantuan sosial, baik bantuan sosial tunai, BLT Dana Desa maupun bantuan sembako karena masih terhitung usia sekolah atau kuliah dan bukan kepala keluarga.
Terakhir, Ledia juga mengkritisi Perpusnas sebagai salah satu mitra Komisi X yang dirasa masih perlu memaksimalkan perannya untuk meningkatkan budaya literasi Indonesia. Tercatat, tingkat literasi Indonesia saat ini masih tertinggal jauh dengan negara lain yakni perinkat ke 72 dari 75 negara.
Anggota Komisi X Fraksi PKS DPR RI menyampaikan harapannya agar ke depan Perpusnas bisa menjadi lembaga negara yang seharusnya bisa tampil menopang kegiatan peningkatan budaya literasi di Indonesia.
Selain menyediakan buku dan bahan bacaan lain secara fisik, sudah saatnya Perpusnas menjadi pelopor penyediaan buku dan bahan bacaan digiital yang mudah, murah dan tersedia di berbagai platform digital, serta menjadi bagian dari penyedia informasi dan ilmu pengetahuan yang aktif baik dengan menyediakan kajian, diskusi, kuliah umum, tayangan dan lain-lain secara online.
Selain memaparkan perkembangan isu Komisi X, Ledia juga melakukan diskusi tanya jawab sekaligus menyerap informasi dan temuan lapangan dari para wartawan yang hadir pada acara tersebut.
Sumber: Fraksi PKS DPR RI