
Jakarta (05/10) — Anggota DPR-RI dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (FPKS), Slamet menyoroti dua isu sentral mengapa Fraksi PKS menolak RUU Cipta Kerja disahkan menjadi Undang-Undang.
Secara Substantif, kata Slamet, semua ditolak. Namun demikian ada dua isu besar yang sangat membahayakan bila RUU ini disahkan yakni, terkait kedaulatan pangan dan Lingkungan.
Slamet Menjelaskan, bahwa Undang-undang Cipta Kerja di tolak fraksinya, ini karena salah satunya melanggar beberapa hal prinsip seperti terancamnya kelestarian lingkungan dan kedaulatan pangan.
Sesuai bidang kerja komisi di DPR di Komisi IV, Slamet mengingatkan kepada mitra kerja Pemerintah terutama kementerian pertanian dan kementerian lingkungan hidup dan kehutanan Kerja agar tidak keluar dari rambu-rambu Undang-Undang dasar NRI 1945.
“Meskipun pembahasan RUU ini dilakukan di badan legislasi DPR, bukan di komisi, namun karena isunya menyangkut pembahasan komisi, sehingga kewajiban kami untuk selalu mengingatkan pemerintah agar tetap pada rambu dan jalan yang memihak pada rakyat dan bangsa”, tutur Slamet.
Legislator asal Sukabumi ini menjabarkan, bahwa Isu-isu yang berkaitan dengan ketentuan WTO yang mengakibatkan panja RUU Cipta kerja harus mereformulasi ketentuan 4 Undang-undang existing seperti UU Perlindungan dan pemberdayaan petani, UU Hortikultura, UU peternakan dan kesehatan hewan dan UU pangan.
“Bagi kami kedaulatan pagan adalah hal yang sangat krusial khusunya ditengah ketidak-pastian ekonomi global akibat pandemi covid-19,” tegasnya.
Slamet menegaskan, bahwa strategis kedaulatan pangan ini merupakan perlindungan kepentingan dalam negeri untuk menjaga dan memperkuat pangan nasional. Untuk itu, sektor pangan ini tidak boleh dilemahkan.
“Hal teknis yang mesti dijaga adalah, impor harus tetap dibatasi jika masih bisa dipenuhi oleh produksi dalam negeri. Selain itu pembatasan impor juga akan menyelamatkan petani kecil yang selama ini sangat terpukul akibat kebijakan impor yang ugal-ugalan” kritis Slamet.
Anggota Komisi IV ini menunjukkan bahwa RUU cipta kerja yang kini menjadi Undang-Undang telah menghapus ketentuan pelarangan orang perorangan atau korporasi untuk mengimpor pangan saat kondisi pangan dalam negeri masih mencukupi begitu juga dengan sanksinya.
“Ini akan semakin menunjukan bahwa visi kedaulatan pangan hanya menjadi isapan jempol belaka”, tegasnya.
Berkaitan dengan isyu Lingkungan, penghapusan ketentuan luasan hutan minimum 30% juga menjadi perhatian Slamet di Poksi IV FPKS.
“Memang betul saat ini tidak semua daerah proporsi hutannya ada yang sudah dibawah 30%. Namun itu bukan menjadi alasan untuk menghilangkan batas minimum tersebut karena luasan tersebut bisa dialihan ke ruang terbuka hijau”, Kata Slamet mencontohkan.
Politisi PKS ini menyayangkan, usulan fraksinya berkaitan dengan pasal 67 dan 68 di UU Perkebunan diabaikan pemerintah. Bahkan pasal 67 yang terlah dihapus ini sebelumnya mewajibkan pelaku usaha membuat analisis mengenai dampak lingkungan hidup atau upaya pengelolaan lingkungan hidup dan upaya pemantauan lingkungan hidup.
Setiap pelaku usaha, lanjut Slamet, pada undang-undang yang kini di hapus ada ketentuan harus memiliki analisis dan manajemen risiko bagi yang menggunakan hasil rekayasa genetik; dan membuat pernyataan kesanggupan untuk menyediakan sarana, prasarana, dan sistem tanggap darurat yang memadai untuk menanggulangi terjadinya kebakaran.
“Ini alasan yang sangat wajar, kenapa Fraksi kami FPKS menolak RUU Cipta Kerja secara Substantif. Banyak hal-hal di masa depan yang akan mengganggu keberpihakan kepada rakyat dan bangsa ini, terutama yang akan mendompleng kepentingan-kepentingan asing”, tutup Slamet.
Sumber: Fraksi PKS DPR RI