
Jakarta (23/10) — Anggota Komisi V DPR RI dari Fraksi PKS, Suryadi Jaya Purnama, meminta Pemerintah untuk segera menuntaskan persoalan tiang monorel yang dibangun di sejumlah titik di Ibukota Jakarta.
Suryadi menjelaskan bahwa sejarah monorail di Jakarta dimulai pada tahun 2004, ketika itu terjadi kesepakatan kerjasama antara Pemprov DKI Jakarta dengan PT. ITC, dimana pihak investor dan sekaligus pengembang (PT. ITC dan Hitachi) bertugas untuk membangun dan menyediakan sarana monorail, kemudian mengelola operasional monorail selama 30 tahun.
“Setelah itu asetnya akan diserahkan kepada Pemprov DKI Jakarta. Tetapi pada tahun 2004 itu juga, proyek kemudian berpindah tangan ke konsorsium PT Jakarta Monorail (JM) dan Omnico Singapura. Namun hingga tahun 2005, PT Omnico gagal menyetor modal monorel dan membuat proyek itu terhenti sehingga tiang pancang yang sudah terbangun menjadi terbengkalai hingga saat ini,” terang pria yang akrab disapa SJP ini.
Pada masa jabatan Fauzi Bowo, lanjut SJP, proyek monorail akhirnya dihentikan karena tidak kunjung membuahkan hasil. Tetapi dengan pemberhentian proyek ini, PT JM kemudian menuntut ganti rugi investasi kepada Pemprov DKI sebesar Rp 600 miliar.
“Agar tidak berlarut-larut Pemprov DKI meminta Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) melakukan audit dan memberikan rekomendasi untuk memberikan ganti rugi proyek kepada PT JM maksimal Rp 204 miliar. Sayangnya, PT JM menolak angka yang ditawarkan oleh BPKP, sehingga nasib monorail terkatung-katung hingga kini,” urai Anggota DPR asal NTB ini.
Di sisi lain, tambahnya, Ortus Holding selaku pemegang saham mayoritas PT JM dan PT Adhi Karya masih terlibat dalam sengketa harga ganti rugi tiang pancang tersebut. PT Adhi Karya meminta Ortus melunasi pembayaran tiang senilai Rp 193 miliar. Padahal Ortus hanya bersedia membayar ganti rugi tiang sebesar Rp 130 miliar.
“Sesuai keputusan Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan pada 2012, status kepemilikan tiang-tiang monorel itu menjadi hak PT Adhi Karya. Akibat adanya proyek LRT yang melewati Jl. H.R. Rasuna Said, Jakarta Selatan, PT Adhi Karya berencana membongkar dengan biaya sendiri beberapa tiang monorel yang mangkrak tersebut, namun kenyataannya tiang-tiang monorel masih berdiri di jalan tersebut dan di Jl. Asia Afrika kawasan Senayan,” ungkap Anggota DPR yang bermitra dengan KemenPUPR ini.
Melihat kronologi pembangunan LRT tersebut, imbuhnya, maka sebaiknya tiang monorel yang masih tersisa segera dicabut oleh pemiliknya, yaitu PT. Adhi Karya, karena tiang yang mangkrak tersebut menjadi pemandangan yang tidak sedap di Ibukota.
“Selain itu, tiang monorel tersebut terbukti membahayakan keselamatan pengguna lalu lintas seperti kejadian tewasnya pengendara sepeda motor pada tanggal 27 September 2020 lalu yang menabrak tiang monorel di Jl. H.R Rasuna Said. Hal ini membuat segala usulan estetika apapun tanpa mencabut tiang-tiang monorel tersebut adalah mustahil,” tegas Suryadi.
Alternatif lain, ungkapnya, mengingat pada tahun 2010 lalu, BPKP melakukan audit terakhir terhadap tiang-tiang monorel. Kala itu nilainya mencapai Rp 130 miliar dan diperkirakan mengalami penyusutan. Oleh karena itu, tiang itu harus dicabut namun karena masih ada nilainya, dapat dimanfaatkan untuk keperluan lainnya.
“Perlu adanya kajian dan ketentuan peraturan dari Pemprov DKI dengan PT. Adhi Karya agar tiang-tiang tersebut dapat dimanfaatkan untuk keperluan lainnya sehingga tidak terlalu membuat kerugian lebih besar bagi PT. Adhi Karya. Seperti pada Asian Games 2018 yang lalu, tiang-tiang monorel menjadi display promosi Asian Games. Namun tidak diketahui, ke mana uang pemasukan iklan-iklan tersebut”, tanya Suryadi mengakhiri.
Sumber: Fraksi PKS DPR RI