
Jakarta (25/11) — Anggota DPR RI Komisi IV dari Fraksi PKS, Slamet mendukung dibentuknya pansus dana sawit. Pasalnyanya banyak sekali kejanggalan mulai dari proses pembentukannya hingga tata kelolanya sehingga tujuan awal pembentukan dana sawit ini tidak berdampak yakni kemajuan sawit Indonesia untuk perkebunan rakyat sekaligus peningkatan kesejahteraan petani sawit.
Salah satu kejanggalan dari badan pengelola dana sawit ini menurut Slamet adalah, Pembentukan BPDP-KS merujuk pada UU No. 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan, tapi pembentuknya dari kementerian keuangan melalui BLU (Badan Layanan Umum) sehingga BPDPKS (Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit) bermitra dengan komisi XI DPR, bukan Komisi IV.
“Semangat awal pembentukan BPDPKS ini sangat bagus, dan semua bersepakat karena ada harapan perbaikan tata kelola kelapa sawit nasional yang merupakan raja dunia. Sektor Kelapa sawit ini pun telah menyumbang devisa cukup tinggi bagi Indonesia. Semestinya minimal ada perbaikan besar di sektor perkelapasawitan ini dan yang lebih utama, ada peningkatan kualitas lingkungan yang konstan sekaligus peningkatan kesejahteraan petani sawitnya”, tutur Slamet.
Ketua Kelompok Fraksi PKS di Komisi IV ini menerangkan, Dana yang dikelola BPDPKS sangat besar. Per Desember 2019, ada dana senilai Rp 47 triliun yang dikelola.
“Dana ini bersumber dari potongan biaya ekspor Crude Palm Oil (CPO). Petani yang mestinya merasakan dampaknya, namun di beberapa kabupaten ditemukan para petani melakukan peremajaan dengan dana mandiri tanpa sentuhan BPDPKS. Ini sangat Ironi”, keluh Slamet.
Begitu juga persolan lingkungan, tambahnya. Kebakaran lahan akibat perkebunan sawit atau di areal perkebunan sawit, kelestarian satwanya, pengelolaan yang berkelanjutannya semestinya dapat didorong penyelesaiannya dengan ketersediaan dana yang ada dan sangat besar nilainya.
“Transparansi jumlah dan ketepatan penggunaan mestinya di publikasi secara transparan, sehingga kecurigaan-kecurigaan selama ini yang beredar dapat di jawab dengan profesional. Selama ini tidak jelas dana sawit yang besar ini untuk kebun rakyat atau untuk korporasi. Bahkan dana besar akibat pungutan dari perusahaan besar sawit ini anehnya masih juga dapat PMN (menyertaan Modal Negara)”, Kritik Slamet.
Legislator asal sukabumi ini menekankan pembentukan pansus ini bukan untuk menjatuhkan salah satu pihak, tapi lebih pada tujuan mengurai masalah sehingga meluruskan tujuan awal dibentuknya lembaga pengelola dana sawit ini.
“Adanya diserfikasi produk sawit yang berkualitas yang terindikasi pada pembukaan lapangan kerja, kelestarian lingkungan dengan kualitas tanah, air dan udara yang terjaga, kebakaran hutan yang ditekan sekecil-kecilnya dengan pencegahan, dan peningkatan kesejahteraan rakyat yang hidup dari sawit mesti menjadi konsen utama pada pengelola dana sawit,” papar Slamet.
Politisi PKS ini sangat heran juga dengan komposisi dewan pengawas lembaga yang sangat tidak independen. Komite dari kementerian-kementerian yang rata-rata adalah pejabat setingkat Dirjen dan perwakilan asosiasi penguasaha sawit.
“Kejadian BPDP-KS menggelontorkan dana senilai Rp 29,2 Triliun yang terfokus pada kepentingan industri biodiesel lepas dari pengawasan. Kejadian ini berlangsung cukup lama hingga desember 2019,” ungkapnya.
Slamet berpendapat, sudah saatnya ada reformulasi total BPDPKS menjadi lembaga yang independen dari campur tangan elit dan pengusaha sawit. Reformulasi ini mesti di awali dengan pembentukan pansus di DPR, audit mendalam BPD-PKS oleh BPK dan pemeriksaan mendalam sdm-sdmnya oleh KPK.
“Publik mesti tau dana begitu besar ini jangan sampai jadi bancakan kelompok tertentu. Negara Sumber Daya Alamnya rusak, Rakyatnya tetap tidak ada peningkatan kualitas hidup, akibat salah kelola amanat. Pansus dana sawit ini mesti muncul untuk tujuan perbaikan. Semoga rakyat mendukung dan lebih utama bangsa ini semakin baik dalam mengelola instrumen kekuasaannya”, tutup Slamet.
Sumber: Fraksi PKS DPR RI