
Jakarta (7/02) — Anggota Komisi I DPR RI dari Fraksi PKS, Almuzzammil Yusuf mengomentari Surat Keputusan Bersama (SKB) 3 Menteri yang disusun oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), dan Kementerian Agama (Kemenag) terkait dengan larangan atribut kekhususan agama tertentu yang diumumkan pada Kamis (4/02).
Muzzammil menilai, kebijakan yang akan diberlakukan 30 hari setelah disahkan untuk seluruh peserta didik sekolah negeri tingkat dasar sampai menengah atas di seluruh Indonesia kecuali Aceh tersebut sangat berlebihan. Ia menegaskan, SKB tersebut bertentangan dengan Pasal 31 Ayat (3) UUD 1945 yang mengatur agar Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu Sistem Pendidikan Nasional yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur dengan UU.
“Pasal 3 dan pasal 5 dalam SKB tersebut secara tegas melarang pemerintah daerah (Pemda) dan sekolah untuk mempergunakan atribut kekhususan agama tertentu, seperti contoh paling gampangnya adalah busana muslimah. Bahkan, sanksi yang timbul dari SKB ini juga dapat dikenakan kepada Pemda dan sekolah, termasuk kepala daerah seperti bupati/walikota dan gubernur dapat dikenakan sanksi oleh Kemendagri, dan sekolah akan diberikan sanksi oleh Kemendikbud,” ungkapnya melalui akun pribadi Twitter-nya.
Anggota Badan Legislasi DPR RI itu menjelaskan, logika konstitusi yang berlaku di Indonesia adalah logika apresiatif, proaktif, dan progresif terhadap ketakwaan. Bukan logika netral seperti tujuan dari SKB yang tidak mewajibkan dan tidak pula melarang, dan bertolak belakang dengan kearifan lokal yang menjadi bagian dari khazanah kebudayaan kita Indonesia.
“Justru menurut saya seharusnya pemerintah mengapresiasi daerah yang menerapkan sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan dengan memberikan insentif dan stimulus, bukan malah diberikan sanksi,” tegas Muzzammil.
Ketua DPP PKS Bidang Polhukam tersebut menyarankan Pemerintah agar yang diberi sanksi adalah pihak yang mewajibkan pakaian busana muslimah kepada non muslim dan pihak yang melarang busana muslimah di sekolah atau wilayah mayoritas non muslim, sebab menurutnya hal itu berarti tidak toleran dan dilarang.
“Saya mengimbau kepada 3 kementerian yang menerbitkan SKB ini untuk mengevaluasi ulang peraturan ini, karena SKB ini tidak sejalan dengan Pasal 31 Ayat (3) UUD 1945. Dan SKB yang diterbitkan kedepannya harus bersifat netral,” jelas Muzzammil.
Legislator asal Dapil Lampung I itu menutup cuitannya dengan mendorong Pemda dan sekolah yang dirugikan oleh SKB tersebut agar melakukan peninjauan ulang ke Mahkamah Agung. Ia juga mengajak seluruh elemen bangsa menyongsong sumber daya manusia (SDM) unggulan yang berbasis keimanan, ketakwaan, dan akhlak mulia untuk Indonesia unggul di masa depan.
“Pemda dan sekolah yang dirugikan atas terbitnya SKB tersebut bisa melakukan judicial review ke Mahkamah Agung bukan ke Mahkamah Konstitusi, sebab SKB itu secara hierarki berada di bawah UU. Oleh karena itu, mari kita songsong SDM yang unggul dengan menjunjung tinggi iman, takwa, dan akhlak mulia demi Indonesia unggul di masa yang akan datang, dengan tetap memperhatikan kearifan lokal masyarakat Indonesia. Allahu Akbar!! Merdeka!!” pungkasnya.
Sumber: Fraksi PKS DPR RI