SKB 3 Menteri Diluncurkan, Aleg PKS: Kuatkan Toleransi Keberagaman Dengan Pembiasaan dan Keteladanan

Jakarta (04/02) — Anggota DPR RI Komisi X dari Fraksi PKS, Ledia Hanifa Amaliah angkat bicara mengenai SKB 3 Menteri tentang Seragam dan Atribut Bagi Peserta Didik, Pendidik dan Tenaga Kependidikan di Lingkungan Sekolah yang diselenggarakan Pemda.

Surat Keputusan Bersama (SKB) ini diluncurkan dengan Nomor 02/KB/2021, Nomor 025-199 Tahun 2021, dan Nomor 219 Tahun 2021 dan ditandangani oleh ketiga menteri yaitu, Nadiem Makarim selaku Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian dan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas.

Pada satu sisi Ledia mengapresiasi lahirnya SKB ini dan berharap ke depannya para Peserta Didik, Pendidik dan Tenaga Kependidikan di Lingkungan Sekolah Negeri bisa lebih tentram melaksanakan kegiatan belajar mengajar karena hak beragama mereka dihormati dan dilindungi.

Namun menurut Ledia muatan sebagaimana tertuang dalam SKB 3 tersebut sebenarnya telah tercantum dalam Permendikbud No 45 tahun 2014 mengenai Pakaian Seragam Sekolah Peserta Didik, dimana dalam Permendikbud tersebut telah menjelaskan jenis jenis seragam sekolah dan menegaskan bahwa pihak sekolah dalam penerapan seragam sekolah itu harus memperhatikan hak warga negara untuk menjalankan keyakinannya masing-masing.

Hanya sayangnya sebagaimana banyak aturan lain yang seringkali lemah dalam hal implementasi dan pengawasannya, Permendikbud no 45 tahun 2014 ini pun bernasib sama. Namun alih-alih meneguhkan implementasi dan pengawasan justru pemerintah memilih memunculkan kebijakan baru.

“Jadi sebetulnya kita sudah punya Peraturan Mendikbud no 45 tahun 2014 yang mengatur soal seragam sekolah dan hal itu mengikat baik bagi siswa, pendidik juga tenaga pendidikan di sekolah. Tapi mungkin dirasa kurang menggigit ya sampai dikeluarkan pula SKB 3 Menteri.” kata Ledia

Kehadiran SKB ini menurut Pemerintah juga akan menjadi jalan untuk menghilangkan intoleransi pada siswa. Meski ini merupakan gagasan yang baik Ledia mengingatkan bahwa pemahaman mengenai intoleransi semestinya tidak difokuskan pada hal-hal yang terkait dengan ranah keberagaman beragama melainkan juga pada ranah sosial dan ekonomi.

“Kita juga perlu menyadari, kalau mengangkat masalah intoleran, apakah itu selalu terkait dengan persoalan nilai beragamanya seseorang? Bagaimana dengan beragam masalah perundungan atau bullying yang kerap terjadi pada siswa karena adanya intoleransi dalam nilai-nilai kehidupan keseharian?”, tanya Ledia.

Sekretaris Fraksi PKS ini lantas mencontohkan banyaknya kasus perundungan atau bullying yang terjadi karena adanya intoleransi pada kondisi fisik, sosial, atau ekonomi siswa yang berbeda.

“Perbedaan pada fisik, strata sosial,ekonomi juga kerap memunculkan tekanan, bully. Intoleransi yang tumbuh karena dari katakanlah nilai sepatu, nilai tas, karena keterbatasan fisik pada para penyadang disabilitas, dan lain-lain. Jadi sekali lagi ketika kita menyebut kata toleran itu bukan semata berbasis pada keberagaman agama saja, tetapi basis kondisi fisik, sosial, ekonomi juga.” tutur Ledia Hanifa.

Ledia berharap kehadiran SKB ini juga bisa diiringi dengan peningkatan upaya dari guru, kepala sekolah dan para pendidik lain untuk melatih siswa lebih memahami, peduli, dan menghargai orang lain. Karena hal tersebut tidak bisa diselesaikan dengan teori melainkan dengan praktik, keteladanan, dan pembiasaan.



Sumber: Fraksi PKS DPR RI
Lebih baru Lebih lama

ads

ads

نموذج الاتصال