
Jakarta (15/01) — Anggota Komisi IV DPR RI dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (F-PKS), Slamet mengatakan, pengalihan aset Kementan akibat terbitnya PP Nomor 79 Tahun 2019 tentang Penambahan Penyertaan Modal Negara ke dalam holding PTPN III lalu ke anak perusahaan yang berstatus bukan BUMN, akan membuat pengelolaan aset tersebut bisa dikelola tanpa terikat lagi dengan regulasi pemerintah apapun, termasuk jika aset itu mau dijual pun bisa.
“Kita harus hati-hati dalam soal pengalihan aset negara ini, karena prediksi saya nanti aset tersebut akan dijual untuk membayar hutang PTPN yang saat ini sudah berjumlah 42 triliun,” kata Slamet kepada awak media, Kamis (14/01/2021).
Selain itu, lanjutnya, metode penjualan aset biasanya dilakukan dengan cara lelang dengan harga yang lebih rendah, artinya aset pemerintah tersebut akan berpindah kepada pihak swasta dengan mudah dan murah.
“Berdasarkan PP No.79/2019 tentang Penambahan Penyertaan modal negara kedalam modal saham perusahaan Perseroan PTPN III (holding), artinya pengalihan aset dari barang milik negara pada Kementerian Pertanian senilai Rp 6 triliun lebih, yaitu berupa tanah sebanyak 112 persil seluas lebih dari 7.000 hektar lebih, bangunan sebanyak 437 unit seluas 6,2 hektar, peralatan dan mesin sebanyak 7.200 unit, jalan, irigasi, dan jaringan sebanyak 224 unit, aset tetap lain (tanaman) sebanyak 8.014 unit”, urainya.
Walau bagaimanapun juga, kata Slamet, pengalihan aset Kementan ini bisa berarti kehilangan aset untuk dunia pertanian yang saat ini menjadi fokus pemerintah untuk memperbesar kemampuannya dalam produksi pangan dalam negeri menuju Kedaulatan Pangan. Melawan pangan impor pangan yang harganya lebih murah.
“Justru Kementan punya kelemahan pada riset dan pengembangan untuk mencari jawaban kenapa negara lain bisa lebih efektif dan efisien dalam produksi pertanian mereka. Tapi pengalihan aset ini malah menyerahkan asetnya dalam rangka menguatkan riset dan pengembangan PTPN, saya tidak mengerti logika Kementan,” pungkas Slamet mengakhiri.
Sumber: Fraksi PKS DPR RI