
Jakarta (25/03) — Anggota Komisi V DPR RI dari Fraksi PKS, Suryadi Jaya Purnama menanggapi soal rencana pembangunan 500 ribu Hektar Irigasi dan merehabilitasi 2,5 juta hektar jaringan irigasi
hingga tahun 2024 oleh Kementerian PUPR.
“Saat ini sudah ada 18 bendung yang selesai dengan kapasitas volume tampung total sekitar 1,1 miliar meter kubik, dengan layanan irigasi sekitar 116.000 hektar dan air baku sekitar 7,24 meter kubik per detik,” ungkap pria yang akrab disapa SJP ini.
Selanjutnya, SJP menambahkan, akan diselesaikan 13 bendungan pada tahun 2021, sehingga kapasitas tampung akan meningkat 730 juta meter kubik dan layanan irigasi bertambah 134.000 hektar serta air baku akan bertambah sebesar 5,83 meter kubik per detik.
“Fraksi PKS mengapresiasi upaya Pemerintah dalam meningkatkan kemampuan layanan air ini, namun demikian FPKS berharap Pemerintah juga memperhatikan bendungan lama agar tidak masuk dalam resiko kerusakan yang tinggi. Secara umum kegagalan dan kerusakan yang terjadi pada bendungan di Indonesia diantaranya disebabkan oleh erosi, kerusakan akibat retakan, longsoran, peluapan dan gempa bumi. Sedimen yang menyebabkan kritisnya kondisi bendungan di Indonesia pada umumnya diakibatkan oleh tingginya tingkat erosi yang terjadi di daerah hulu bendungan, akibat maraknya pengalihan fungsi lahan hutan menjadi lahan permukiman penduduk atau areal pertanian baru,” terang Suryadi.
Dengan adanya tumpukan sedimen di beberapa wilayah tersebut, lanjutnya, maka daya tampung air waduk atau bendungan pada waktu musim hujan menjadi semakin berkurang yang pada akibatnya mengakibatkan banjir.
“Oleh sebab itu FPKS berpendapat bahwa pemeliharaan bendungan lama juga harus dilaksanakan, sebab jangan sampai tujuan penambahan daya tampung air menjadi terhambat karena adanya bendungan lama yang justru menurun daya tampungnya akibat kurangnya pemeliharaan. Semua upaya ini dibutuhkan agar pelaksanaan Pasal 3 UU SDA dapat dilakukan secara konsekwen dimana Negara tidak hanya wajib memberikan memberikan pelindungan dan menjamin pemenuhan hak rakyat atas Air, namun harus juga menjamin keberlanjutan ketersediaan Air dan Sumber Air agar memberikan manfaat secara adil bagi masyarakat serta menjamin pelestarian fungsi Air dan Sumber Air untuk menunjang keberlanjutan pembangunan,” ujar SJP.
SJP melanjutkan bahwa Kebijakan work from home (WFH) dan penerapan protokol kesehatan menyebabkan konsumsi air bersih domestik atau rumah tangga meningkat.
“Perbandingan konsumsi air domestik atau rumah tangga pada tahun 2019 adalah 15,41 meter kubik per bulan pada sekitar 11,9 juta pelanggan,” urainya.
Kemudian pada tahun 2020, kata SJP, terjadi kenaikan peningkatan pemakaian air sekitar 16 meter kubik lebih per bulan dan peningkatan pelanggan menjadi 13,3 juta pelanggan atau sekitar 16,04% dibandingkan kebutuhan tahun 2019.
“Hal ini wajar sebab dengan adanya WFH maka masyarakat lebih banyak menghabiskan waktu di rumah, selain itu kebijakan 3M (Memakai Masker, Mencuci Tangan & Menjaga Jarak) menyebabkan adanya peningkatan terhadap kegiatan sanitasi individu,” ungkap Anggota DPR dari Dapil NTB ini.
Hal yang sebaliknya, imbuh SJP, sebenarnya terjadi di sektor non domestik, pada sektor industri, jasa, hotel dan sebagainya terjadi penurunan konsumsi air non domestik.
“Sebagai contoh di Jakarta terjadi perubahan pola konsumsi air bersih untuk sektor komersial dan sektor industri yang berkurang 5,57% dari sebelum pandemi, namun prosentase penurunan ini lebih kecil dari prosentase kenaikannya di sektor domestik, sehingga telah secara keseluruhan terjadi peningkatan kebutuhan air,” tutup SJP.
Sumber: Fraksi PKS DPR RI