DPR RI

Politisi PKS: Omnibus Law Gambaran Ketidakberpihakan terhadap Industri Pertahanan Dalam Negeri

Tasikmalaya (16/10) — Penjelasan Jubir Menteri Pertahanan RI bahwa RUU Ciptaker klaster pertahanan yang merevisi beberapa pasal dari UU No 16 Tahun 2012 tentang Industri Pertahanan menjadikan sektor ini dinamis dan progresif untuk investasi.

Dia menyebut selama ini banyak swasta yang ingin masuk ke industri pertahanan. Dengan UU Cipta Kerja, swasta bisa berkontribusi.

Penjelasan ini dikritisi oleh Anggota DPR RI, Toriq Hidayat yang mengatakan UU No 16 Tahun 2012 tentang Industri Pertahanan sudah cukup.

“Melalui UU ini terlihat jelas keinginan pemerintah untuk mengarahkan kalangan swasta nasional lebih aktif di sektor produksi ketimbang menjadi agen semata. Seharusnya klaster pertahanan tidak usah masuk dalam klaster UU cipta Kerja,” tegasnya.

Politikus PKS ini menambahkan, dalam Pasal 11, UU No 16 tahun 2012 dinyatakan bahwa industri alat utama hanya bisa dikuasai BUMN yang ditetapkan oleh pemerintah. Sementara, swasta diizinkan diindustri komponen utama atau penunjang industri alat utama.

“Memang tampaknya industri pertahanan menjadi monopoli BUMN. Tapi menurut saya itu adalah hal yang wajar karena disitu menyangkut pertahanan negara, memproduksi bahan peledak, memproduksi persenjataan dan amunisi, radar dan sebagainya. Belum saatnya menyerahkan penuh kepada pelaku dunia usaha swasta bahkan swasta nasional sekalipun”, jelasnya.

Sedang dalam UU Cipta kerja disebutkan, Industri alat utama merupakan badan usaha milik negara dan/ atau badan usaha milik swasta yang ditetapkan oleh pemerintah sebagai pemandu utama (lead integrator) yang menghasilkan alutsista dan/atau mengintegrasikan semua komponen utama, komponen baku, dan bahan baku menjadi alat utama.

Berikutnya, pada pasal 52 dalam UU 16/2012 dinyatakan bahwa kepemilikan modal atas industri alat utama seluruhnya dimiliki oleh negara. Kemudian kepemilikan modal atas industri komponen utama dan/atau penunjang, industri komponen dan/atau pendukung (perbekalan), dan industri bahan baku yang merupakan BUMN, paling rendah 51 persen modalnya dimiliki oleh negara.

Sedangkan dalam UU Cipta kerja bahwa kepemilikan modal atas industri alat utama dimiliki oleh BUMN dan atau swasta yang mendapat persetujuan dari menteri pertahanan. UU Cipta kerja ini membuka peluang swasta untuk berinvestasi penuh dalam industri ini.

“Membangun Industri bidang pertahanan memang butuh investasi sangat besar. Namun membuka peluang Investasi kepada swasta tanpa batas, menurut saya juga salah. Industri Pertahanan merupakan sesuatu yang sangat strategis buat sebuah pertahanan negara. Tidak boleh dikuasai swasta nasional, apalagi swasta asing. Pemerintah harus pemilik investasi yang paling besar,” Tegas Toriq.

Menurut anggota komisi 1 ini, UU No 16 Tahun 2012 tentang Industri Pertahanan juga telah membuka peluang bagi pihak swasta nasional berkontribusi membangun Industri Pertahanan Nasional. Saat ini terdapat ratusan perusahaan industri pertahanan swasta nasional yang telah berani mengambil resiko tinggi untuk terjun di bidang industri pertahanan yang menyaratkan padat modal.

“Seharusnya mereka ini dirawat oleh pemerintah. Bukannya membuka peluang swasta asing masuk berinvestasi. Sungguh, semboyan NKRI Harga Mati tidak nampak pada keberpihakan terhadap industri pertahanan dalam negeri, juga masih minimnya anggaran untuk penguasaan teknologi”, ungkap Toriq.



Sumber: Fraksi PKS DPR RI