Jakarta (07/08) — Anggota Badan Legislasi DPR RI dari Fraksi PKS, Ledia Hanifa Amaliah menuturkan, bahwa RUU Cipta Kerja menghapuskan frase penyelengaraan pendidikan bersifat nirlaba di dalam salah satu pasalnya. Hal ini menurutnya akan membuka jalan untuk komersialisasi pendidikan.
“RUU ini akan menyusahkan banyak pihak. Sekarang saja, dengan pendidikan yang sifatnya nirlaba, sudah banyak masalah yang ditimbulkan. Apalagi jika frase itu dihapuskan” ujar Ledia saat menerima aspirasi dari Asosiasi Sekolah Rumah dan Pendidikan Alternatif Indonesia (Asahpena), Jumat (07/08/2020).
Menurut Sekretaris Fraksi PKS DPR RI tersebut, banyak siswa-siswi miskin yang sulit bersekolah jika pendidikan tidak lagi bersifat nirlaba seperti yang dimaksud RUU Cipta Kerja tersebut. Belum lagi, Praktik Kegiatan Belajar Mengajar (PKBM) dapat diambil alih oleh perusahaan yang tentu berorientasi bisnis dan laba. “Berapa banyak siswa-siswi tak mampu yang tidak dapat bersekolah kalau hal ini terjadi?” ujar Ledia Hanifa.
Ledia juga menyesalkan RUU Cipta Kerja yang terkesan meminggirkan pendidikan non formal seperti homeschooling. Padahal, pendidikan ini menjadi alternatif saat terjadinya pandemi Covid-19 yang memaksa kegiatan belajar-mengajar diselenggarakan di rumah.
“Pemerintah terlalu fokus pada sekolah formal karena dianggap beririsan dengan investasi, sehingga melupakan pentingnya pendidikan non formal terutama homeschooling. Padahal saat pandemi kemarin , homeschooling ini menjadi alternatif. Tapi karena konsepnya tidak diperhatikan, eksekusinya jadi bermasalah” kata Ledia Hanifa.
Ledia juga menyayangkan revisi UU Sisdiknas dimasukkan ke RUU Cipta Kerja. Menurut Ledia, ini sama sekali tidak relevan. Karena itu, Fraksi PKS akan melobi fraksi-fraksi lain di DPR untuk mencegah pasal-pasal bermasalah terkait pendidikan masuk di dalam RUU Cipta Kerja.
“Kami yakin rekan-rekan kami di DPR masih punya hati nurani dan mampu berpikir jernih” ujar Ledia Hanifa.
Sementara itu, Sekjend Asahpena Lovely B menyampaikan dua aspirasi kepada Fraksi PKS. Asahpena meminta agar PKS mencegah upaya memasukkan revisi UU Sisdiknas ke RUU Cipta Kerja. Mereka juga meminta agar perizinan sekolah non formal dipermudah dalam RUU Cipta Kerja. Menurut Lovely, adanya pengurusan perizinan terpusat akan membebani mereka.
“RUU Cipta Kerja itu memaksa kami untuk mengurus perizinan secara terpusat. Tentu ini lebih repot karena di tingkat kabupaten/kota saja, izin kami sulit karena pelayanan perizinan satu pintu mensyaratkan kehadiran fisik, berupa bangunan dan sebagainya. Padahal kegiatan belajar mengajar kadang kami lakukan di tempat-tempat seperti kolong jembatan, karena murid kami banyak yang berasal dari kalangan marjinal” ujar Lovely.
Sumber: Fraksi PKS DPR RI