Catatan Redaksi : Berjaya Ditengah Nestapa

Melakukan tindakan korupsi ditengah bencana sungguh merupakan perbuatan yang tercela, bukan hanya merusak tatanan hukum tapi juga menghancurkan etika dan moral. Mengapa bisa begitu tega meraih selisih keutungan (margin) saat kondisi bangsa sedang prihatin.

Entah apa yang ada dalam benak orang-orang itu, mengapa dikala banyak orang menghimpun raga dan menyatukan kesetiakawanan sosial. Mereka justru sibuk merobek ikatannya dari dalam. Dengan cara mengutip, memotong, mencari keuntungan dan mengumpulkannya untuk kemudian dijadikan tembikar pesta pora.

Ironisnya, mereka yang melakukan kegiatan tercela ini sempat tersaji dalam ratusan publikasi dan mendapat penghargaan atas apa yang mereka lakukan. Dipuji dan dielukan, namun melakukan kebejatan dalam kebijakan yang menyangkut orang banyak. Sungguh-sungguh tercela karena telah merusak nurani setiap akal waras anak bangsa, mengapa mereka begitu tega mengambil disituasi buruk seperti saat ini.

Baca juga : CATATAN REDAKSI : Melintas Waktu Melayani Rakyat

UU telah mengamanatkan bahwa salah satu cara untuk memberikan bantalan bagi masyarakat tidak berdaya dengan Bantuan sosial (Bansos), namun bukan rahasia lagi barang ini seringkali tidak utuh dan lengkap sampai ke masyarakat. Sudah jadi cerita mahsyur, bansos dibagi dua dan seterusnya. Lebih ironis lagi bansos terhambat karena kantong bansos telat disablon.

Anehnya perilaku kutip bansos covid terjadi dari hulu sampe hilir, dari besar sampai kecil. Mengalir sampai jauh ke pusat-pusat kuasa, yang kita pikir mereka tidak suka dana-dana kaum dhuafa. Ternyata mereka mengutip dari apa yang tersedia. Terlalu !!.

Bersyukur perhelatan Pilkada tahun 2020 relatif lancar dan sukses, ditengah pageblug yang masih belum usai. Angka covid 19 enggan turun, salah satu bukti dari kebijakan yang tidak serius dan sistemik diterapkan sejak awal. Penerapan protokol kesehatan serius diterapkan kala menyinggung orang per orang dan institusi, hingga pelanggarnya diintai dan ditersangkakan. Dor !! akhirnya diantara mereka terkujur lunglai meregang nyawa.

Hari ini kita menjadi sangat pilu ketika kegaduhan tak kunjung usai, salah satunya karena pemimpin negara seakan nyaman memelihara simpatisan namun membiarkan pihak berbeda pandangan menerima penegakan hukum yang lunglai. Aksi-aksi penindakan tanpa keputusan pengadilan dibiarkan selesai dijalanan, kemudian dipublikasikan tanpa rasa empati.

Rumitnya tidak ada satu pun kata terucap maupun status tersemat di sosial media sang pemimpin. Seakan tak terjadi apa-apa dan kehidupan berjalan normal, meski kejadian tersebut sejengkal dari pusat kekuasaan. Mungkin terlalu sibuk memupuk anak dan kerabat maju meraih kuasa.

Jika cermat dan tekun membaca tanda alam sungguh denting sirine peringatan berputar sangat keras. Berbunyi layaknya tanda pesta diskon jelang akhir tahun di pusat perbelanjaan. Berbunyi disemua sisi. Dalam alam demokrasi dan supremasi sipil, saat ini kita dipaksa terbiasa menemukan orang yang berlagak kuasa dengan senjata.

Di sektor kesehatan betapa sering kabar orang-orang terdekat wafat sebab pageblug, baik lewat tutur kata atau berbagai apalikasi pesan seperti Whatsapp. Duka itu semakin dekat. Dalam kehidupan sosial, gesekan terasa tajam dan meruncing karena penegakan hukum tidak bersimpuh di pusat keadilan. Kita sungguh khawatir kapal akan karam dan tersungkur dibatu karang egoisme.



Sumber: Fraksi PKS DPR RI
Lebih baru Lebih lama

ads

ads

نموذج الاتصال